Cerita Sex || Cerita Mesum ||Cerita Dewasa || Foto Cewek Hot
Terbaru || Foto Bugil Terbaru || Foto Mesum Terbaru || dan Seputar
Dewasa Sex Terbaru 2017
Awal aku mengenalnya pada saat dia mengundang perusahaan tempatku
bekerja untuk memberikan penjelasan lengkap mengenai produk yang akan
dipesannya. Sebagai marketing, perusahaan mengutusku untuk menemuinya.
Pada awal pertemuan siang itu, aku sama sekali tidak menduga bahwa Ibu
Bella yang kutemui ternyata pemilik langsung perusahaan. Wajahnya
cantik, kulitnya putih laksana pualam, tubuhnya tinggi langsing (Sekitar
175 cm) dengan dada yang menonjol indah.
Dan pinggulnya yang dibalut span ketat membuat bentuk pinggangnya
yang ramping kian mempesona, juga pantatnya wah.. sungguh sangat montok,
bulat dan masih kencang. agen poker Sepanjang pembicaraan dengannya,
konsentrasiku tidak 100%, melihat gaya bicaranya yang intelek, gerakan
bibirnya yang sensual saat sedang bicara, apalagi kalau sedang menunduk
belahan buah dadanya nampak jelas, putih dan besar. Di sofa yang berada
di ruangannya yang mewah dan lux, kami akhirnya sepakat mengikat kontrak
kerja. Sambil menunggu sekretaris Ibu Bella membuat kontrak kerja, kami
mengobrol kesana-kemari bahkan sampai ke hal yang agak pribadi.
Aku
berani bicara kearah sana karena Ibu Bella sendiri yang memulai. Dari
pembicaraan itu, baru kuketahui bahwa usianya baru 25 tahun, dia
memegang jabatan direktur sekaligus pemilik perusahaan menggantikan
almarhum suaminya yang meninggal karena kecelakaan pesawat. “Pak gala
sendiri umur berapa”, bisiknya dengan nada mesra. “Saya umur 26 tahun,
Bu!” balasku. “sudah berkeluarga”, pertanyaannya semakin menjurus, aku
sampai GR sendiri. “Belum, Bu!” Tanpa kutanya, Ibu Bella menerangkan
bahwa sejak kematian suaminya setahun lalu, dia belum mendapatkan
penggantinya.
“Ibu cantik, masih muda, saya rasa seribu lelaki akan berlomba
mendapatkan Ibu bella”, aku sedikit memujinya. “Memang, ada benarnya
juga yang Bapak Gala ucapkan, tapi mereka rata-rata juga mengincar
kekayaan saya”, nadanya sedikit merendah. Tiba-tiba terdengar suara
ketukan di pintu, Ibu Bella bangkit berdiri membukakan pintu, ternyata
sekretarisnya telah selesai membuat kontrak kerjanya. “Kalau begitu,
saya permisi pulang, Bu!, semoga kerjasama ini dapat bertahan dan saling
menguntungkan”, aku segera pamit dan mengulurkan tangan.
“Semoga saja”, tangannya menyambut uluran tanganku. “Terima kasih
atas kunjungannya, Pak
Gala.” Cukup lama kami bersalaman, aku merasakan
kelembutan tangannya yang bagaikan sutera, namun sebentar kemudian aku
segera menarik tanganku, takut dikira kurang ajar. Namun naluri
laki-lakiku bekerja, dengan halus aku mulai merancang strategi
mendekatinya. “Oh ya, Bu Bella, sebelum saya lupa, sebagai perkenalan
dan mengawali kerjasama kita, bagaimana kalau Ibu Bella saya undang
untuk makan malam bersama”, aku mulai memasang jerat.
“Terima kasih”, jawabnya singkat. “Mungkin lain waktu, saya hubungi
Pak Gala, untuk tawaran ini.”
“Saya tunggu, Bu.. permisi” Aku tak mau
mendesaknya lebih lanjut. Aku segera meninggalkan kantor Ibu Bella
dengan sejuta pikiran menggelayuti benakku. Sepanjang perjalanan, aku
selalu terbayang kecantikan wajahnya, postur tubuhnya yang ideal. Ah..
kayaknya semua kriteria cewek idaman ada padanya. Tak terasa satu bulan
sejak pertemuan itu, meskipun aku sering mampir ke tempat Ibu Bella
dalam kurun waktu tersebut, tapi tidak kutemui tanda-tanda aku bisa
mengajaknya sekedar Dinner.
Meskipun hubunganku dengannya menjadi semakin akrab. Menginjak bulan
ke-2, akhirnya aku bisa mengajaknya keluar sekedar makan malam. Aku
ingat sekali waktu itu malam Minggu, kami bagai sepasang kekasih,
meskipun pada awalnya dia ngotot ingin menggunakan mobilnya yang mewah,
akhirnya dia bersedia juga menggunakan mobil Katanaku yang bisa bikin
perut mules. Beberapa kali malam Minggu kami keluar, sungguh aku jadi
bingung sendiri, aku hanya berani menggenggam jarinya saja, itupun aku
gemetaran, degup-degup di jantungku terasa berdetak kencang padahal
hubungan kami sudah sangat dekat, bahkan aku dan dia sama-sama saling
memanggil nama saja, tanpa embel-embel Pak atau Bu.
Sampai pada malam Minggu yang kesekian kalinya, kuberanikan diri
untuk memulainya, waktu itu kami di dalam bioskop. Dalam keremangan, aku
menggenggam jarinya, kuelus dengan mesra, kelembutan jarinya
mengantarkan desiran-desiran aneh di tubuhku, kucoba mencium tangannya
pelan, tidak ada respon, kulepas jemari tangannya dengan lembut.
Kurapatkan tubuhku dengan tubuhnya, kupandangi wajahnya yang sedang
serius menatap layar bioskop. Dengan keberanian yang kupaksakan, kukecup
pipinya. Dia terkejut, sebentar memandangku. Aku berpikir pasti dia
akan marah, tapi respon yang kuterima sungguh membuatku kaget.
Dengan tiba-tiba dia memelukku, mulutnya yang mungil langsung
menyambar mulutku dan melumatnya. Sekian detik aku terpana, tapi segera
aku sadar dan balas melumat bibirnya, ciumannya makin ganas, lidah kami
saling membelit mencoba menelusuri rongga mulut lawan. Sementara
tangannya semakin kuat mencengkram bahuku. Aku mulai beraksi, tanganku
bergerak merambat ke punggungnya, kuusap lembut punggungnya, bibirku
yang terlepas menjalar ke lehernya yang jenjang dan putih, aku
menggelitik belakang telinganya dengan lidahku. “Bella, aku sayang
kamu”, kubisikkan kalimat mesra di telinganya.
“Gal, akupun sayang kamu”, suaranya sedikit mendesah menahan
birahinya yang mulai bangkit. Dan saat tanganku menyusup ke dalam
blousnya, erangannya semakin jelas terdengar. Aku merasakan kelembutan
buah dadanya, kenyal. Kupilin halus putingnnya, sementara tanganku yang
satunya menelusuri pinggangnya dan meremas-remas pinggulnya yang sangat
bahenol.
Segera kubuka kancing blous bagian depannya, suasana bioskop yang
gelap sangat kontras sekali dengan buah dadanya yang putih. Perlahan
kukeluarkan buah dadanya dari branya, kini di depanku terpampang buah
dadanya yang sangat indah, kucium dan kujilat belahannya, hidungku
bersembunyi diantara belahan dadanya, lidahku yang basah dan hangat
terus menciumi sekelilingnya perlahan naik hingga ke bagian putingnya.
Kuhisap pelan putingnya yang masih mungil, kugigit lembut, kudorong
dengan lidahku. Bella semakin meracau.
Tanganya menekan kuat kepalaku saat putingnya kuhisap agak kuat.
Sementara aku merasakan gerakan di celanaku semakin kuat, senjataku
sudah menegang maksimal. Tanganku yang satunya sudah bergerak ke
pahanya, spannya kutarik ke atas hingga batang pahanya tampak mulus,
putih. Kubelai, kupilin pahanya sementara mulutku mengisap terus puting
buah dadanya kiri dan kanan. Dan saat jariku sampai di pangkal pahanya,
aku menemukan celana dalamnya.
Perlahan jari-jariku masuk lewat celah celana dalamnya, kugeser ke
kiri, akhirnya jari-jariku menemukan rambut kemaluannya yang sangat
lebat. Dengan tak sabar, kugosokkan jariku di klitorisnya sementara
mulutku masih asyik menjilati puting buah dadanya yang semakin mencuat
ke atas pertanda gairahnya sudah memuncak, meskipun jari-jariku sedikit
terhalang celana dalamnya tapi aku masih dapat menggesek klitorisnya,
bahkan dengan cepat kumasukkan jariku ke dalam celahnya yang lembat,
terasa agak basah.
Jariku berputar-putar di dalamnya, sampai kutemukan tonjolan lembut
bergerigi di dalam kemaluannya, kutekan dengan lembut G-spotnya itu,
kekiri dan kekanan perlahan. “Achh.. Gala.. aku sudah nggak tahan..
Terus Gal.. oh..” Suaranya makin keras, birahinya sudah dipuncak.
Tangannya menekan kepalaku ke buah dadanya hingga aku sulit bernafas,
sementara tangan yang satunya menekan tanganku yang di kemaluannya
semakin dalam. Akhirnya kurasakan seluruh tubuhnya bergetar, kuhisap
kuat puting susunya, kumasukkan jariku semakin dalam.
“Ahh.. oh.. Gal.. aku ke..lu..ar..” Kurasakan jariku hangat dan
basah. “Makasih Gal, sudah lama aku tak merasakan kenikmatan ini.” Aku
hanya bisa diam, menahan tegangnya senjataku yang belum terlampiaskan
tapi rupanya Bella sangat pengertian. Dengan lincahnya dibukanya
reitsleting celanaku, jari-jarinya mencari senjataku. Aku membantunya
dengan menggerakan sedikit tubuhku. Saat tangannya mendapatkan apa yang
dicarinya, sungguh reaksinya sangat hebat.
“Oh.. besar sekali Gal.. aku suka.. aku suka barang yang besar..”
Bella seperti anak kecil yang mendapatkan permen. Senjataku yang sudah
kaku perlahan dikocoknya, aku merasakan nikmat atas perlakuannya,
sementara tangannya asyik mengocok batang senjataku, tangan satunya
membuka kancing bajuku, mulutnya yang basah menciumi dadaku dan
menjilati putingku, sesekali Bella menghisap putingku. Aliran darahku
semakin panas, gairahku makin terbakar.
Aku merasakan spermaku sudah mengumpul di ujung, sementara kepala
senjataku semakin basah oleh pelumas yang keluar. “Bella, aku sudah
nggak tahan..” “Tahan sebentar, Gal..” Bella melepaskan jilatan lidahnya
di dadaku dan langsung memasukkan senjataku ke dalam mulutnya, aku
merasakan kuluman mulutnya yang hangat dan sempit. Kulihat mulutnya yang
mungil sampai sesak oleh kemaluanku. Bella semakin kuat mengocok batang
senjataku ke dalam mulutnya. Akhirnya kakiku sedikit mengejang untuk
melepaskan spermaku.
“Awas Bell, aku mau keluar..” kutarik rambutnya agar menjauh dari
batang senjataku, tapi Bella malah memasukkan senjataku ke dalam
mulutnya lebih dalam, aku tak tahan lagi, kulepaskan tembakanku, 7 kali
denyutan cukup memenuhi mulutnya yang mungil dengan spermaku. Bella
dengan lahap langsung menelannya dan membersihkan cairan yang tertinggal
di kepala senjataku dengan lidahnya.
Aku menarik nafas panjang mengatur degup jantungku yang tadi sangat
cepat. Setelah lampu menyala kembali pertanda pertunjukan telah usai,
kami sudah rapi kembali. Kulihat jam di pergelangan tanganku menunjukan
pukul 10.00 malam. Aku langsung mengantarnya pulang, dalam perjalanan
kami tak banyak bicara, kami saling memikirkan kejadian yang baru saja
kami alami bersama. Sampai di rumahnya yang mewah di bilangan Pluit, aku
langsung ditariknya menuju kamar pribadinya yang sangat luas.
“Gal, saya belum puas, kita teruskan permainan yang tadi..” Tangannya
langsung membuka kancing bajuku dan mulai membangkitkan gairahku,
sementara pikiranku semakin bingung, kenapa Bella yang tadinya kalem
bisa berubah ganas begini? Tapi pikiranku kalah dengan gairah yang mulai
berkobar di dadaku, terlebih saat tangannya dengan lihai mengusap
dadaku. Bagai musafir seluruh tubuhku dicium dan dijilatinya dengan
penuh nafsu.
Aku pun tak mau kalah sigap, di ranjangnya yang empuk kami bergulat
saling memilin, melumat, dan saling menghisap. Saat pakaian kami mulai
tertanggal dari tempatnya. Kami saling melihat, aku melihat kesempurnaan
tubuhnya, apalagi di daerah selangkangannya yang putih bersih, sangat
kontras dengan bulu kemaluannya yang sangat hitam dan lebat. Dan Bella
memandangi senjataku yang mengacung menunjuk langit-langit kamar. Hanya
sebentar kami berpandangan, aku langsung meraih tubuhnya dan memapahnya
ke ranjang.
Kuletakkan hati-hati tubuhnya yang gempal dan lembut, aku mulai
menciumi seluruh tubuhnya, lidahku menari-nari dari leher sampai ke
jari-jari kakinya. Kuhisap puting buah dadanya yang kemerahan, kujilat
dan sesekali kugigit mesra. Ssementara tanganku yang lain meremas-remas
pinggul dan pantatnya yang sangat kenyal. Pergulatan kami semakin seru,
kini posisi kami berbalikan seperti angka 69, kami saling menghisap
puting dada. Saat aku memainkan puting dadanya yang sudah mencuat,
lidahnya menjilati putingku. Aku turun menjilati perutnya, kurasakan
juga perutku dijilati dan akhirnya lidah kami saling menghisap kemaluan.
Aku merasakan hangat di kepala senjataku saat lidahku menari-nari
menelusuri celah kemaluannya, lidahku semakin dalam masuk ke dalam celah
kewanitaannya yang telah basah, kuhisap klitorisnya kuat-kuat,
kurasakan tubuhnya bergetar hebat. Lima belas menit sudah kami saling
menghisap, nafsuku yang sudah di ubun-ubun menuntut penyelesaian. Segera
aku membalikkan tubuhku. Kini kami kembali saling melumat bibir,
sementara senjataku yang sudah basah oleh liurnya kuarahkan ke celah
pahanya, sekuat tenaga aku mendorongnya namun sulit sekali. Tubuh kami
sudah bersimbah peluh. Akhirnya tak sabar tangan Bella memandu
senjataku, setelah sampai di pintu kemaluannya, kutekan kuat, Bella
membuka pahanya lebar-lebar dan senjataku melesak ke dalam kemaluannya.
Kepala senjataku sudah berada di dalam celahnya, hangat dan
menggigit. Kutahan pantatku, aku menikmati remasan kemaluannya di
batanganku. Perlahan kutekan pantatku, senjataku amblas
sedalam-dalamnya. Gigi Bella yang runcing tertancap di lenganku saat aku
mulai menaikturunkan pantatku dengan gerakan teratur. Remasan dan
gigitan liang kewanitaannya di seluruh batang senjataku terasa sangat
nikmat.
Kubalikan tubuhnya, kini tubuh Bella menghadap ke samping. Senjataku
menghujam semakin dalam, kuangkat sebelah kakinya ke pundakku. Batang
senjataku amblas sampai mentok di mulut rahimnya. Puas dari samping,
tanpa mencabut senjataku, kuangkat tubuhnya, dengan gerakan elastis kini
aku menghajarnya dari belakang. Tanganku meremas bongkahan pantatnya
dengan kuat, sementara senjataku keluar masuk semakin cepat. Erangan dan
rintihan yang tak jelas terdengar lirih, membuat semangatku semakin
bertambah.
Ketika kurasakan ada yang mau keluar dari kemaluanku, segera kucabut
senjataku. “Pllop..” terdengar suara saat senjataku kucabut, mungkin
karena ketatnya lubang kemaluan Bella mencengkram senjataku. “Achh,
kenapa Gal.. aku sedikit lagi”, protes Bella. Dia langsung mendorong
tubuhku, kini aku telentang di bawah, dengan sigap Bella meraih
senjataku dan memasukkannya ke dalam lubang sorganya sambil berjongkok.
Kini Bella dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sementara aku di
bawah sudah tak sanggup rasanya menahan nikmat yang kuterima dari
gerakan Bella, apalagi saat pinggulnya sambil naik-turun digoyangkan
juga diputar-putar, aku bertahan sekuat mungkin.
Satu jam sudah berlalu, kulihat Bella semakin cepat bergerak, cepat
hingga akhirnya aku merasakan semburan hangat di senjataku saat tubuhnya
bergetar dan mulutnya meracau panjang. “Oh.. aku puas Gal, sangat
puas..” tubuhnya tengkurap di atas tubuhku, namun senjataku yang sudah
berdenyut-denyut belum tercabut dari kemaluannya. Kurasakan buah dadanya
yang montok menekan tubuhku seirama dengan tarikan nafasnya. Setelah
beberapa saat, aku sudah merasakan air maniku tidak jadi keluar, segera
kubalikkan tubuhnya kembali.
Kini dengan gaya konvensional aku mencoba meraih puncak kenikmatan,
kemaluannya yang agak basah tidak mengurangi kenikmatan. Aku terus
menggerakkan tubuhku. Perlahan gairahnya kembali bangkit, terlebih saat
batang senjataku mengorek-ngorek lubang kemaluannya kadang sedikit
kuangkat pantatku agar G-spotnya tersentuh. Kini pinggul Bella yang
seksi mulai bergoyang seirama dengan gerakan pantatku. Jari-jarinya yang
lentik mengusap dadaku, putingku dipilin-pilinnya, hingga sensasi yang
kurasakan tambah gila. Setengah jam sudah aku bertahan dengan gaya
konvensional.
Perlahan aku mulai merasakan cairanku sudah kembali ke ujung kepala
senjataku. Saat gerakanku sudah tak beraturan lagi, berbarengan dengan
hisapan Bella pada putingku dan pitingan kakinya di pinggangku,
kusemprotkan air maniku ke dalam kemaluannya, kami berbarengan orgasme.
Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya. Aku baru tahu bahwa
gairahnya sangat tinggi, selama ini dia bersikap alim, karena tidak mau
sembarangan main dengan cowok. Dia mau denganku karena aku sabar, baik
dan tidak mengejar kekayaannya. Apalagi begitu dia tahu bahwa senjataku
dua kali lipat mantan suaminya, tambah lengket saja. Memang yang kukejar
hanyalah kenikmatan dunia yang didasari Cinta. Kalau harta sih, ada
sukur, nggak ada ya.. cari dong.
Kamis, 01 Juni 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar