Berhubung ibu dari pacarku masih
bersaudara, maka ia dan ibunya menginap di rumah kakak. Sempat aku
khawatir, bagaimana harus bersikap dan berperilaku seakan2 tidak ada
apa2 di antara kami. Hari itu aku sudah di rumah kakak, membersihkan
rumah agar ketika pacarku & ibunya datang sudah bersih. Selesai
bersih2 rumah, istirahat sambil menyalakan tv. Lalu aku ingat, beberapa
koleksi be-epku masih dipinjam kakak. Kucari di bawah tv..ketemu.
Kupersiapkan segala sesuatunya sebelum acara “ relaksasi pikiran “
dimulai.
Aku membuat mie goreng + telor ceplok dan es teh untuk menemani nonton
be-ep. Setelah semua on set, kutata 2 bantal tebal di bagian kepala
tempat tidur kakak. Ac kunyalakan, mie & es teh keletakkan di meja
kecil samping tempat tidur. Remote tv & dvd player di sebelah tangan
kananku..lalu aku bugil. Dan..film pertama pun kuputar. Waow..one of my
fave girl..Asia Carrera. Entah kenapa setiap dia main, aku mesti ikut
menghayati. Mungkin kupikir karena aktingnya atau memang dia menghayati.
Apalagi jika sudah mendesah & mengerang, juga tubuhnya sedikit
bergetar..uuhhff..rasanya aku sebagai pemeran cowoknya. Rencana makan
mie tertunda. Bagaimana tidak..tubuhnya sedikit bergetar dihimpit laki2
yg terus menghunjamkan penisnya dalam2. Erangannya sungguh membekas. Tak
terasa pucuk penisku mulai keluar cairan.
Setelah film pertama habis, kuganti chanel dvd dengan siaran tv. Baru
aku makan mie goreng & telor ceplok. Lalu kucuci piring dan
peralatan dapur yg tadi kupakai masak mie goreng. Film ke dua telah
menanti. Kali ini cewek Jepang dengan orang barat. Mereka mainnya bagus,
tidak langsung tembak. Hasilnya si cewek saat dioral sudah mengeluarkan
cairan putih kental. Aku tak tahu, apakah itu tanda ia orgasme atau
sekedar pelumasnya. Saat lakinya mulai memasukkan penis setelah
10menitan,
cairan itu menempel di penis. Membuat pucuk penisku ikut
keluar cairan. Sekarang si cewek di atas.
Desah & erangnya makin menjadi.
Akhirnya setengah berlari aku ambil segulung tisu dan body lotion di
lemari depan. Aku onani sambil lihat mereka main di layar kaca. Hampir
saja maniku tumpah ke kasur karena gumpalan tisu yang sudah kutata di
tangan kanan agak tidak menampung semprotan dari penisku. Lalu aku mandi
dan tidur di kamar kakak. Besok bangun pagi tuk menjemput bidadariku
dan ibunya di stasiun.
Aku telah berada di Pasar Turi, menunggu kereta yang di dalamnya
berisikan pacarku dan ibunya. Sambil menunggu, kunyalakan 234 lalu
kusedot. Lumayan, ada setengah jam menikmati rokok. Terdengar suara khas
di stasiun yang menandakan kereta akan masuk. “Kereta dari Semarang
akan tiba sesaat lagi. Harap para penjemput tidak berada di dekat
rel..dst”.
“Lumayan on time..”, pikirku. Rokok
pun pas matinya. Singkat kata kereta telah berhenti. Sesuai sms, mereka
di gerbong 4. Aku beranjak dari duduk dan berjalan pelan menuju gerbong
4. Kulihat mereka sudah menurunkan barang – barang dan antri untuk
turun. Aku menyalami pacar dan ibunya. Kubawakan salah satu koper yang
paling besar. Kami meluncur menuju rumah kakak. Pacar duduk di sebelah
dan ibunya di belakang.
Kami benar – benar menahan diri
untuk tidak memperlihatkan bahasa tubuh yang menandakan there’s
something. Sesampai di rumah kakak, aku kembali keluar rumah untuk beli
masakan. “Ma..aku ikut ya..”, pinta Vina. “Yo wis..melok’o..ati – ati”.
“Berangkat dulu Tante..,” aku pamitan. Ibunya mengangguk lalu kututup
pintu pagar.
Mobil berjalan keluar pelan dari gang komplek perumahan. Kucari area
yang agak sepi. “Kenapa Mas brenti..?”. “Hm..karena ini..”, kucium
lembut dan dalam bibirnya. Mulanya agak kaget lalu mengimbangi. 1menit
kami berciuman. Kupegang 2 pipinya, “kangen Yank..”. “Sama Mas..”, ia
mengusap – usap rambutku. Mobil kujalankan lagi. Kali ini sudah tidak
ada “lalat” yang sedang terbang mengawasi. Kami bercanda riang sepanjang
jalan menuju rumah makan. Sambil menunggu pesanan, kami memesan
minuman. Sesekali kupencet ujung hidungnya karena kangen dan sayang.
“Malu ah Mas..banyak orang..”.
“Biarin..EGP..hi3x..”. “Huu..”,
kupingku dijewernya. Pesanan datang, mobil berjalan pulang ke
rumah.
Jika sedang di kepala kopling, tanganku digenggamnya. Beberapa kali kami
berciuman di mobil yang berjalan, tentunya lihat situasi jalan.
Memasuki komplek perumahan, baju dan tatanan rambut kami rapikan. Jangan
sampai mengundang kecurigaan Ibunya. Mendekati gang rumah, kucium lagi.
“Mas..udah mo nyampe lho..”. “Biarin..habis ini kan hampir mungkin gak
bisa deketan..”. Vina hanya tersenyum.
Sepanjang hari ini nothing special happened. Masing – masing jaga diri.
Maksimal ketika Ibunya sedang mandi, kami hanya berciuman dan saling
meremas. Atau ketika aku sedang cuci piring dan
Vina mengantar piring
atau gelas kotor, kami ciuman kilat. Esoknya, “Wan..nanti malem pintu
kamar tak buka”. “
Kenapa Tante..”. “Nggak..semalem kayaknya ada yang seliweran di jendela sebelah..”.
“Ha..masa sih Tan..”. “Dan kamu tidur depan kamar ya..”, sambung Tante sambil tersenyum.
“Ee..iya Tante..”, kepala kugaruk – garuk sambil nyengir.
Vina keluar kamar mandi lalu kukasih tahu.
“Eengg..jadi ikut takut nih Mas..”. “Udah..gak ada apa – apa. Biasa..kenalan..”.
“Huu..awas kalo tidurnya pindah..”,
aku diuber. Ibunya hanya senyum – senyum lihat tingkah kami.
Hari ini
kami bersih – bersih rumah, nyapu – ngepel – dll.
Karena besok ada rombongan tamu
keluarga datang. Jam dinding menunjukkan pukul 8.30 malam.
“Wan..jangan
lupa tidur depan kamar ya..pintunya terbuka aja”.
“Iya Tan..paling kalo susah tidur aku pindah kamar..”. “Kalo sampe gitu..tak bilangin Bapak..”,
ancam Tante. Aku hanya nyengir.
Tak berselang lama Tante sudah tidur, mungkin karena capek bersih –
bersih rumah tadi. Suara dengkurnya sudah memenuhi kamar. Aku dan Vina
masih menonton tv. Sampai secara bersamaan kami saling berpaling. Aku
berjingkat pelan mengintip kamar Tante, memastikan persentase lelapnya.
Kudekati Vina, kupegang dua telapak
tangannya lalu kucium. Dua pipinya kupegang dan kutarik mendekatiku.
Vina yang pertama menciumku. Dua tangannya memegang leherku. Akhirnya,
setelah lama menahan diri kami bisa bebas bermesraan walau situasi masih
belum benar – benar aman.
Aksi saling memasukkan lidah dan
membelit pasangannya sudah terjadi. Vina merapatkan duduknya. Punggungku
dielus – elus. Kubalas dengan menjalankan telunjuk kananku ke dua
bundaran di dadanya, menyusuri leher dan berhenti di bibirnya. Dikecup,
disedot dan digigit kecil. Dua tanganku turun dari pundak dan menjelajah
dua bukit indahnya. Kubelai, kuremas lembut. Tangan kiri Vina menyusuri
paha kananku, sedang tangan kanannya mengusap – usap penis yang mulai
ereksi yang masih terbelenggu celana selututku.
“Uhuk..uhuk..”. Plass..wajah kami langsung pucat dan merah, hijau dan
entah apa lagi. Ibunya batuk 2 kali. Kegiatan kami langsung berhenti.
Penis pun langsung mengkerut. Kami berdiam diri, cukup lama, saling
berpandangan dan bergantian menatap kamar yang terbuka. Setelah yakin
hanya batuk kecil, kuajak Vina pindah di kasur lantai tempat aku tidur
nanti. “Mas..kan malah ketauan..”.
“Nggak..kan agak kugeser kasurnya.
Begitu Ibumu ada gelagat bangun,
langsung lari ke kamar mandi sebelah kan..”. “Iya sih..tapi Mas..”.
Kupotong, “udah..semoga sesuai harapan..Kayaknya pulas banget..seharian
kan pada bersihin rumah”. Kami saling berbisik di telinga. Vina diam,
tanpa menunggu jawaban lagi lalu kuelus pipi kanannya dan kucium lembut
bibirnya. Kuserang lagi area – area sensitifnya. Lambat laun ia
memberikan balasan. Tangan kanannya merayap naik dari celah celana.
Tangan kirinya masuk ke kaosku dan
mengusap – usap pentil – pentilku. Tangan kiriku menyusup ke atasan baby
dollnya. Kulitnya yang halus langsung terasa. Mata Vina mulai sayu.
Berjalan di perut, tulang iga, lalu ke gunung kembarnya yang masih
berkabut. Kuremas lembut, kiri dan kanan. Lidahnya makin membelit dan
masuk ke rongga mulutku. Tangan kananya yang telah menangkap ular
celanaku lalu sedikit meremasnya.
Beruntung kabut yang menutupi
gunung kembarnya tidak berkawat. Sedikit kusibakkan dan dapat kusentuh
pucuk gunungnya yang mulai mengeras.
Telunjukku kusentil – sentil dan kuputar – putar di pucuk gunung yang
kiri. “Hmm..”, Vina mulai mendesah sepelan mungkin. Sekarang ganti pucuk
gunung yang kanan. Tangan kirinya yang masih di dalam kaosku juga
bermain – main di dua pentilku. Telunjuk dan jempolku mulai berpadu
memainkan tuts yang menghasilkan desah dan erangan.
Tangan kirinya keluar dari kaos,
menyusul tangan kanannya. Celanaku perlahan diturunkan. Dingin pun
menyergap tubuh bawahku. Vina makin merapat duduknya. Tangan kanan dan
kiriku saling menangkup dua gunungnya, meremas. Lalu kait penyebab kabut
kulepaskan. Kabut penutup dua gunung indahnya perlahan kusingkirkan
dari balik atasan baby dollnya. Kekenyalan dan tegaknya pucuk – pucuk
gunungnya sudah bisa aku nikmati. Cdku diturunkan sedikit, kepala ular
celana pun terlihat. Jempol kanannya mengusap tetes air di sana dan
menjilatnya lalu menciumku.
Kuangkat atasan baby doll, kepalaku bersemayam sejenak mencucup
keindahan ragawi ciptaan – Nya. Kepala penisku dielus – elusnya. Kuremas
dan kucucup bergantian. Tangan kiriku menelusup celana baby doll.
Menyentuh kulit pantatnya. Jari tengah mencari jalur pertemuan dua
pantat dan berhenti di lubangnya. “Sshhttt..gelllii Maasss..”. Cdku
semakin turun dan akhirnya terbuka total tubuh bawahku. Tangan kanan
menggenggam erat dan yang kiri memainkan dua bola coklatku. Kepalaku
masih terlalu asyik sembunyi di baby doll atasannya. Tangan kananku
bergerak masuk ke celana baby doll.
Bagian depan cdnya sudah lembab dan
hangat. Kutekan – tekan dengan telunjuk dan jari tengah. Tak sabar, aku
masukkan lima jariku ke dalam cdnya. Tiada duri yang perlu ditebas di
sana. Si jempol aku gosok – gosokkan di lembah luar. Penisku mulai
digerakkan naik turun. Tak mau berlama – lama, aku keluarkan kepala dan
kutarik pelan celananya.Vina segera telentang. Cdnya warna merah muda,
sewarna dengan bh, tetapi ada seraut kepala beruang di bawah benang
atas.
Telunjuk kanan menyusuri lembah yang tercetak jelas akibat mengalirnya
air kenikmatan. Vina menatap wajahku dan tersenyum manis. Kucium kepala
beruang yang juga tersenyum. Tercium aroma yang khas. Kugigit hati –
hati agar tidak mengenai lembahnya. Ujung lidahku mengecap air yang
menempel di cdnya. Perlahan aku turunkan. Vina mengangkat pantatnya.
Kubuka pahanya sedikit, lalu bibir dan lidahku menyusuri lembah surgawi.
Rambutku dielus dan sesekali diremas. Air kesehatannya semakin mengalir
ketika lidahku mulai mengaduk – aduk lembah dalamnya.
Tubuhku didorong pelan.
“Hmm..oohh..”, kepala penisku diemut dan disedot pelan. Kami saling
mengeksplorasi area paling intim bagi setiap manusia. Vina menghentikan
aksinya, memutar tubuh. Penisku dipegang mantap. Pelan – pelan
pinggangnya diturunkan. Matanya tertutup dan bibirnya membentuk huruf o
kecil, “oohhh..”. Kuangkat pinggang sedikit untuk mengimbangi dan
memegang dua pantatnya. Kurasakan nikmat yang semakin terasa saat penis
ini tenggelam ditelan gua surgawi.
Dua tapak tangannya menekan dadaku. Pinggangnya dinaik turunkan pelan
–pelan. Tangan kiriku di pinggangnya dan yang kanan meremasi dua
gunungnya. Rambutnya sesekali dikibaskan dan matanya menatapku dalam –
dalam..indah melihatnya. Aku tersenyum dan bibirku membentuk “I love
you..”. Vina menundukkan badan dan menciumku dalam – dalam. Kepalanya
terdongak kala ia menurunkan pinggang lalu kuhentakkan pelan pinggangku
ke atas.
“Aahh..Mmmaass..”. Kupegang erat
pinggangnya lalu kudiamkan dan kumaju mundurkan. Vina
memutar – mutar
pinggang. “Enaknya Yankkk..”. Kepalaku dipegang dua tangan lalu rambutku
sedikit diremas. Aku diciumnya dalam – dalam. Bibirnya kulepas,
“Yank..ganti ya..”. Vina mengangguk lesu. Aku lalu memintanya telungkup
dengan pantat sedikit naik. Kumasukkan pelan – pelan. Hampir bersamaan
kami mendesah, “uuffsstt…”. Penis keluar masuk dengan teratur, tidak
terburu – buru.
Bunyi kecipak penis di dalam gua
yang berair terdengar sedikit nyaring. Kulepas penisku. “Ada apa Mas..”.
Aku tidak menjawab. Aku lalu duduk agak bersila. Kupegang tangan
kirinya. Tanpa bertanya ia sudah tahu.
Penisku dipegang tangan kanan dan masuk pelan – pelan. Dua kakiku
kuletakkan di bawah pantatnya. Kami berciuman dan saling membelit lidah.
Pinggangnya naik turun yang kutopang dengan dua tanganku. Kadang
kutekan dalam – dalam dan kuputar – putar pinggangnya. Kadang kuhentak –
hentakkan. Kepalanya bergoyang kiri kanan.
Rambutnya ikut tergerai pula.
Lehernya aku jilat dan cium. Dua tangannya kadang meremas pantat kadang
memeluk punggungku. Jam dinding menunjukkan 21.30.
“Mmaass..aakkkuu…aaahhhssttt..”. Kepalanya tertunduk di dadaku, aku
dipeluk rapat. Gerakan pinggangnya terdiam sejenak. Kucium dahi dan
kepala atasnya. Vina lalu menciumku, “makasih Mas..Mas belum..?”.
“Bentar lagi mungkin”. Pelan – pelan aku baringkan di kasur lantai
dengan tubuh bawah masih bertautan.
Dua kakinya mengapit pantatku.
Kembali aku benamkan penis di guanya. Kami berciuman. Sesekali aku cium
dan gigit dada dan pucuk – pucuknya. Gerakanku makin cepat. Vina juga
makin erat memelukku. Dua kakinya menekan dan mengapit pantat kuat.
Kepalaku ditarik dan memeluk
punggung erat. “Mmmaass…”, syair dari bibir
mungil terdengar di kuping kiriku. “Yankk..aku mo keluar..”, bisikku.
Tubuhku didorong pelan. Vina kembali di atasku. Segenap sisa tenaganya
dikeluarkan. Aku meremasi dua gunungnya. Pinggangnya diputar dan ditekan
dalam – dalam. “Yyaankk..aakkuu..”. Vina turun lalu meremas dan
mengocok penis cepat – cepat. Tak berselang lama,
“Yyaannkkk…oouuhhh”.
Semburan kuat memancar, memenuhi perut dan dadaku. Vina masih setia
mengocok dan mengurut penisku. Aku elus – elus rambut panjangnya.
Tangan kanannya yang penuh lava
panasku dijilati. Bibirnya lalu mendekati kepala penis dan dimasukkan di
mulutnya. Sesekali disedot. Kurasakan sedikit ngilu dan gemetar tatkala
lidahnya menjilati lubang penis. Matanya menatapku manja. Vina
mengambil cdnya lalu diusapkan ke bibir. Aku diciumnya mesra..
“Makasih Yank..”. Aku peluk tubuhnya. “Aku juga terima kasih Mas..”. Tangan kanannya masih mengocok penisku yang makin mengecil. Jam dinding aku lirik. “Dah..bobo sana. Ntar dicari
Mama”. “Iya Mas..”. Aku dikecup pelan, “met bobo..” Aku elus rambutnya, “met bobo juga..”. Vina masuk kamar mandi dulu dengan bertelanjang dan membawa baby doll, bh serta cdnya. Kutatap langit – langit ruangan dan tersenyum. Dan Ibunya pun tetap terlelap…
0 komentar:
Posting Komentar