Beberapa saat berlalu dan Diah tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya.
Diah meronta-ronta membuat buah dadanya
bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari
plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Diah berhasil
melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki
kanannya. Tinggal satu lagi nih.
“Wah, wah, waaaaah!!!” terdengar suara
laki-laki yang berdiri di pintu depan. Diah sangat terkejut dan berusaha
menutupi buah dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Diah.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Tolong saya!” ratap Diah.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Nama lu Diah kan?” tanya laki-laki tadi.
“Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Diah bingung dan takut.
“Aku Adit. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Diah bingung dan takut.
“Aku Adit. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Tapi saya tidak merebut pekerjaan
bapak. Saya tahunya dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu
pak! Tolonglah saya pak!”.
“Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.
Diah kembali merasa ketakutan saat
melihat Adit, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi
sudah membencinya. Diah kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki
kirinya, membuat Adit naik pitam. Ia menyambar tangan Diah dan
menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester
itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Diah betul-betul
terikat erat. Ikatan itu membuat Diah kesakitan, ia menggeliat dan buah
dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan!!!! Sakit!!!! aduuhh!!!! Saya tidak memecat bapak!!!! Kenapa saya diikat Pak?!!”
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Diah
sehingga sekarang Diah duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di
belakang. Dan diikatnya lagi dengan plester. Dan Adit mulai
menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh.
Lalu Adit juga menghancurkan kotak
pendingin es krim yang ada di kanan Diah. Es krim beterbangan dilempar
oleh Adit. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Diah, kemudian meleleh
mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya.
Di depan, Es tadi mengalir melalui
belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina Diah. Rasa
dingin langsung menempel di buah dada Diah, membuat putingnya mengeras
san mengacung. Ketika Adit selesai, tubuh Diah bergetar kedinginan dan
lengket karena es krim yang meleleh.
“Kamu keliatannya kedinginan!” ejek si Adit sambil menyentil puting susu Diah yang mengeras kaku.
“Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”
Adit kemudian mendekati wajan untuk
mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Diah melihat Adit mendekat
membawa beberapa buah sosis yang berasap.
“Jaaaangaann!” Diah berteriak ketika
Adit membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya
yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang
kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan.
Vagina Diah sekarang diisi oleh tiga buah
sosis yang masih berasap. Diah
menangis karena kesakitan akibat uap panas dari sosis tersebut.
“Keliatannya nikmat Nih….Ha..Ha…!” Adit tertawa.
“Tapi Aku lebih suka bermain dengan
mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.
Cairan mustard langsung keluar menyemprot ke vagina Diah. Diah menangis
terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak terbayangkan
olehnya.
Sambil tertawa Adit melanjutkan usahanya
dengan menghancurkan isi toko itu. Diah berusaha melepaskan diri, tapi
tak berhasil. Nafasnya sangat tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan
semua ini. Tubuh Diah bergerak lunglai jatuh.
“Hei!! Kamu kalo kerja jangan tidur!”
bentak Adit sambil menampar pipi Diah. Kamu tau nggak, daerah sini nggak
aman jadi perlu ada alarm.”
Diahpun meronta ketakutan melihat Adit
yang memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan
jepitannya sangat keras sekali. Adit segera mendekatkan satu jepitan ke
puting susu kanan Diah, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya
hingga menutup kembali menjepit puting susu Diah.
Diah menjerit dan melolong kesakitan,
gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Adit juga
menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Diah bercucuran
di pipi.
Kemudian Adit mengikatkan kawat halus di
kedua jepitan tadi, lalu mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke
pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Adit hingga membuka
keluar, Diah merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah
dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah…..,Hmmm… udah jadi. sekarang pintu
depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma
bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi Aku sekarang pergi
dulu, terus nanti Aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo
ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak
bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya
akan bunyi!”
“Jaaaaaangan! saya mohoon! Jangan! jangan! jangan! ampun!”
Aditpun tidak peduli, ia keluar dan
tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi
hanya bisa dibuka dengan ditarik. Diahpun menangis ketakutan, Dan puting
susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia terlihat meronta-ronta berusaha
melepaskan ikatan. Tubuh Diah berkeringat setelah berusaha melepaskan
diri tanpa hasil.
Beberapa saat kemudian terlihat sebuah
bayangan di depan pintu, Diah melihat ternyata bayangan itu milik
gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat
tubuh Diah, telanjang dengan buah dada mengacung. Segera saja Gelandang
itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Si Gelandangan
langsung meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.
Diah langsung menjerit “Jangan! jangan!
jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang
kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya.
Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek
puting susunya. Diah menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja.
Pingsan.
Tapi Diah tersadar dan menjerit.
Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di
rangka besi meja kasir. Dan kakinya juga terikat terbuka lebar pada
kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang
berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat
puting susunya mengacung tegang.
Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya,
mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Diah merasakan sepasang tangan
berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin
dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Diah menoleh ke belakang, dan
ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang
sebuah botol bir.
“Ja…Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangaaaaan!” Diah meronta, ketika penis
si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa
kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke
dalam anusnya Diah. Lalu ia langsung berlutut lagi, mengambil sebuah
botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke
liang anus Diah.
Diah menjerit-jerit dan meronta-ronta
ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai
tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Diah tersayat-sayat
ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus
Diah bisa membesar.
Setelah beberapa Lama tiba-tiba
gelandangan tadi mencabut botol tersebut. Tutup botol bir itu sudah
dilapisi darah dari dalam anus Diah, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu
kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus
Diah yang sekarang sudah membesar karena
dimasuki botol bir. Gelandangan tadi mulai bergerak kesenangan, rasanya
sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan
keras sehingga Diah merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap
gelandangan tadi bergerak maju.
Diah terus menangis melihat dirinya
disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi
gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas
buah dada Diah, membuat Diah menjerit karena puting susunya yang terluka
ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandang
tadi orgasme, dan Diah merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya,
sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Diah.
“Makasih yaaa Mbak! Saya puas
sekaliiiii! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Diah. Kemudian
ia mendorong Diah duduk dan kembali mengikat tangan Diah ke belakang,
kemudian mengikat kaki Diah erat-erat. Kemudian tubuh Diah didorongnya
ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih Dan sigelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. END
0 komentar:
Posting Komentar