Cerita Sex || Cerita Mesum ||Cerita Dewasa || Foto Cewek Hot
Terbaru || Foto Bugil Terbaru || Foto Mesum Terbaru || dan Seputar
Dewasa Sex Terbaru 2017
Perkenalkan saya mengenalkan diri saya terlebih dahulu. Saya Mardi
bekerja disebuah bank asing di Jakarta, umur 32 tahun, single, dan
menurut teman teman wajah saya dapat dibilang tampan. Saya ingin membagi
cerita pribadi saya kepada teman teman semua.
Cerita ini berawal
ketika kantor saya mengadakan workshop (jalan-jalan tahunan) dan saat
itu tujuan kami adalah hotel Novus, Puncak. Adalah salah satu teman
bernama Tari Rismayati
(panggilan Riris) yang masih single juga sama
seperti saya. Dia berumur satu tahun dibawah saya dan belum berkeluarga
juga. Terus terang saya heran melihat dia. Secara fisik Riris orangnya
tergolong cantik, rambut panjang sebahu, wajah oval, kulit kuning
langsat cenderung putih mulus, dengan buah dada yang besar menantang.
Dan yang paling membuat saya berdehem dalam hati kalau melihat pinggul
dan pantatnya yang besar dan membulat mencetak celana dalam ukuran mini
yang selalu dia pakai jika di kantor. Itu selalu saya perhatikan setiap
hari bahwa ukuran roknya selalu kekecilan dengan pinggul yang indah jika
sedang berjalan.
Satu minggu sebelum berangkat Workshop, kami
sempat makan siang bersama disebuah restoran dalam gedung kantor kami.
Setelah ngobrol kesana kemari akhirnya subject pembicaraan mengarah ke
workshop.
Saya bertanya, "'Ntar workshop gimana kamu?".
Riris
menjawab dengan wajah yang lesu, "Ach, nggak tau juga Di, aku lagi bete
nich, kayaknya kesana lumayan buat nyegerin pikiran aku."
"Lho emangnya ada apa,"tanyaku menyelidik.
"Aku
abis putus ama cowok ku soalnya dia selingkuh, maen belakang, trus
ketauan ama aku,"celetuknya dengan muka sedikit memerah menahan marah.
"Ya udah," sambungku "Ntar saya temenin kamu disana biar ngelupain dia."
Dia tersenyum sambil bilang, "Tapi aku lagi mo sendiri Ardi."
Aku
tak kalah gesit menjawab ucapannya, "Iya Ris, Aku juga lagi mo sendiri
aja 'en rencana ntar aku mo sewa kamar sendiri aja, kalau kamu mau
gabung aja kita bisa ngobrol ampe malem keluarin semua unek-unek yang
ada dikepala kita masing-masing."
Aku terus menjelaskan rencanaku
minggu depan dihotel tersebut. Dan tak diduga respon dari Riris, "Oleh
juga tuh Di, aku emang butuh itu enak kali yah ngobrol ngobrol kita
berdua sampe malem". "Iya, sekalian kalau kamu mau, saya juga nggak
keberatan ngelonin kamu tidur," candaku kepadanya.
"Ha, gila kamu" mata Riris memancarkan arti yang tidak dapat saya cerna.
Satu
hari sebelum berangkat kami didata ulang oleh panitia, menyangkut
pembagian kamar tidur. Sudah menjadi tradisi kantor kami, bahwa satu
kamar berdua, dan diatur oleh nomor nomor kamar yang ada. Saya berdua
dengan teman saya Hendra, dan Riris waktu itu terdata satu kamar bersama
Wina. Dan tibalah waktunya bahwa kami satu kantor berangkat menuju
hotel Novus ada hari Sabtu bersama sama dengan menggunakan satu bis
besar. Kantor kami hanya berjumlah total 50 orang bersama orang asing
juga. Rupanya dalam batas akhir sebelum naik ke bis, ada dua orang yang
batal ikut karena alasan keluarga, mereka adalah Tiara, dan Wina. Wina?,
bukannya Wina satu kamar dengan Riris, dan berarti nanti Riris
sendirian dong dikamar. Pendulumku langsung bereaksi mendengar kabar
tersebut. Sambil mengisi waktu, kami banyak bersenda gurau dalam
perjalanan hingga akhirnya tiba tepat makan siang di hotel. Setelah kami
makan dengan lahap, kami diberikan kunci kamar oleh panitia dan
langsung check-in ke dalam kamar masing masing.
Sore harinya kami
memanfaatkan kolam renang yang ada di hotel untuk bermain main. Dapat
saya lihat Riris yang sudah memakai pakaian renang yang seksi. Uh, bukan
main indahnya, saya betul betul terangsang melihat keadaan Riris
seperti itu. Otak kotorku mulai bekerja supaya bagaimana dapat tidur
dengannya malam ini. Dalam kumpulan laki laki ada Pak Kardi yang
nyeletuk kepada teman laki laki berkata, "Waduh si Riris kalo abis
berenang gue mau tuh mandiin dia." Sambil matanya juga tak lepas dari
gerakan pantat Riris yang berlenggang lengok kekiri kekanan mengikuti
irama langkahnya.
Ketika Riris sudah selesai bermain dikolam
renang dan akan kembali ke kamarnya, akupun mengikutinya seakan akan
akupun sudah selesai dan ingin mandi. Sambil berjalan dibelakangnya,
saya melihat celana dalam mini berenda yang dipakai Riris tercetak jelas
oleh baju renang tipis yang berwarna ungu.
"Waduh, kok cepet selesainya Ris," celetukku sambil berjalan disampingnya.
Riris menjawab, "Habis aku nggak tahan airnya terlalu dingin."
Sambil dia menyilangkan tangannya dikedua belah dadanya yang padat montok tersebut.
"Trus kamu ngapain juga selesai," tanya dia lanjut.
"Akh, aku udah bosen mendingan mandi air hangat terus nunggu makan malam, khan enak tuh".
Lalu pembicaraan kami terpisah ketika Riris harus mengambil arah kekiri dan saya kekanan sambil berucap, "Sampai nanti ,. dagg".
Waktu
menunjukan pukul delapan, setelah perut saya isi dan kenyang sekali
rasanya. Makan malam dihotel ini terasa nikmat sekali. Saya melihat
sudah beberapa kali Riris menguap dan kemudian pamit dari kerumunan anak
anak untuk pamit ke kamar. Dalam perjalanan ke kamarnya, dia ada
melihat saya dan kemudian mengerdipkan mata seperti memberi tanda ke
saya. Dengan sedikit tegang saya berpura pura seolah saya pun capek
setelah bermain seharian dengan teman kantor dan ingin tidur.
Pada
sore hari saya sudah memberitahu ke Hendra (teman sekamar saya) bahwa
mungkin saya akan begadang keluar hotel, jadi nanti dia tidak kawatir
atau curiga kepada saya. Dalam perjalanan dari restoran ke cottage agak
jauh.
Riris berjalan kecil sendiri dan saya dengan cepat mengejarnya, dan menyapanya,
"Ris, udah ngantuk ya sayang, mau tidur.."
Riris
menyahut, "Iya nih, nggak tahu kenapa nich badan semua jadi pegel
semua, mungkin tadi renangnya kebanyakan kali." Sambil berkata begitu,
dia mengusap usap belakang lehernya sambil kepala digelengkan kekiri
lalu kekanan.
"Makanya kamu juga sih terlalu over berenangnya, kamu kebanyakan diliat ama temen temen cowok lagi pas kamu berenang," sahutku.
"Hm, aku tahu, justru karena mereka aku jadi lebih semangat," kata Riris sambil masih tetap mengusap leher belakangnya.
"Kamu mau saya pijit pijit kecil Ris," kataku sedikit berani.
"Hhh, boleh juga, tapi cuman di leher sama sekitar pundak yah," sahutnya sedikit lemah.
Tak
lama kami sudah tiba didepan pintu kamar Riris. Setelah dia membuka
pintu kami berdua langsung masuk, saya sempat melihat pada sudut mata
Riris ketika dia tutup pintu, matanya seperti melihat kiri kanan takut
takut kalau ada orang disekitar yang melihat kami.
Dalam kamar
Riris mempersilahkan saya duduk sambil dia permisi sebentar ke toilet.
Sambil menunggu Riris saya menonton TV yang ada dikamar. Tidak begitu
lama, Riris sudah keluar dan telah berganti baju tidur daster. Daster
yang dipakai berwarna kuning dengan ukuran yang dapat saya katakan mini.
Kenapa demikian? Daster tersebut hanya sebatas setengah pahanya saja
dan berenda kuning juga, kemudian di pundaknya hanya mengenakan satu
tali saja. Buah dada yang ranum menantang sekali dengan dua puting yang
mencuat. Gila bukan main, dia sudah tidak memakai BH, tapi masih memakai
celana dalam.
Celana dalam itu jelas tercetak menerawang tembus
pandang dari daster kuning tersebut. Celana dalam Riris juga dalam
ukuran yang sexy, mini CD warna putih, kontras dengan daster yang
dipakai. Sebelum saya memberi komentar, Riris sudah berbicara,
"Ardi,
kamu jangan salah sangka dulu, saya pakai ini supaya kamu mudah pijat
leher dan pundak saya, lagi pula saya juga tidak bawa baju tidur lain
selain yang ini, mudah-mudahan kamu tidak keberatan."
"Oh, tentu
tidak dong Ris, suka suka kamu aja, yang penting bajunya jangan
menggangu pijat memijat," kataku sambil menelan ludah beberapa kali.
Riris
tersenyum lagi dan berkata, "Kamu pijet saya pake kaos lengan panjang
apa tidak mengganggu, apa lagi nanti kamu naik ke ranjang kalau perlu,
keliatannya celana panjang kamu juga ganggu, apa nggak lebih baik ganti
yang pendek atau dilepas sekalian?"
Saya bengong atas ucapannya, lalu
saya katakan, "Betul juga Ris, saya buka kaos aja deh," sambil saya
mengangkat koas saya sehingga saya sudah bertelanjang dada, dan kemudian
Riris melihat ke celana panjang saya sambil mulutnya sedikit
dimonyongkan. Saya pun membuka celana panjang saya, dan hanya tertinggal
celana boxer saya. Riris tersenyum puas setelah melihat saya akan mudah
nanti memijitnya. Dia langsung naik ke ranjang dan berbaring
terlungkup, sambil memanggil nama saya, "Di, ayo dong mulai, badan Riris
makin pegel nih". Mendengar rengekan Riris saya langsung naik ke
ranjang dan memulai aktivitas dengan memijit Riris.
Sungguh
sempurna tubuh Riris dari belakang. Mimpi apa aku semalam sehingga Riris
begitu pasrah memberikan sajian gratis seindah ini. Kulit yang mulus
dengan pinggang ramping, pinggul yang besar dengan buah pantat yang
membulat mumbul tinggi. Dapat kulihat dengan jelas belahan pantat Riris
yang dibalut dengan CD mininya. Sebentar saja tangan saya sudah memijat
bagian leher yang tegang, dan seeskali kebawah meijat pundaknya. Riris
terkadang bersuara mendesah ketika tangan saya sedikit keras memijitnya,
"Uh, oh, hmm," desahnya putus putus, membuat saya makain panas saja.
Adik kecil dibalik celana boxerku sudah mengacung keras siap tempur, entah apa yang sedang dipikir Riris sekarang.
Kemudian
setelah kurang lebih 4 menit, Riris minta dipijit agak kebawah. Dengan
yakin tangan saya kedua duanya merayap ke bawah, dari arah ketiak terus
turun kebawah. Sambil sekali kali jari jemari saya dengan nakalnya
menyentuh dari samping kedua bukit ranum yang mengembung keluar
kesamping karena tertindih tubuhnya. Saya terus terang sudah tidak ada
pikiran positif, otak ngeres saya terus bermain main fantasi, hingga
suatu ketika,
"Di, pijatan kamu enak deh sekarang Riris minta dipijat bagian depan ya sayang," sahut Riris sambil membalikan tubuhnya kedepan.
Waduh
mak bukan main saat itu saya betul betul tidak tahan saya langsung
meraba kedua belah susunya yang tegak menjulang, hal yang membuat Riris
langsung kaget.
"Mardi,.! saya minta tolong kamu untuk pijat saya kenapa kamu memanfaatkan itu dengan meraba tubuh saya," hardiknya.
Langsung
saya kaget, saya kira dia minta lanjut dalam permainan tersebut
ternyata dia memang betul betul minta dipijit. Langsung saya minta maaf
kepadanya,
"Waduh maaf deh Ris, aku kelepasan, maklum deh tubuh kamu
ranum sekali, sexy apalagi dengan itu (sambil menunjuk kedua buah dada
Riris) yang mancung bikin aku jadi geregetan mau iseng."
"Maaf ya sekali lagi Maaf," kataku dengan penyesalan.
Riris
yang melihat saya begitu agak melunak tapi kemudian dia menangis sambil
berkata, "uhh, hh, hg hg hg,. emang setiap laki laki yang mau sama
Riris cuman mau tubuh Riris aja, ini juga terjadi dengan cowok Riris
yang dulu, maunya making love terus sama Riris, nggak ada perasaan sama
sekali."
Aku terhenyak, ternyata wanita didepan saya ini memang sudah
pernah melakukan hubungan suami istri sebelum menikah, dan pendulumku
kembali kontak. Dengan gaya yang gentle saya memeluk dia dari belakang
dalam posisi duduk, tangan saya berada di perutnya sambil berkata,
"Riris,
aku tuh memang udah salah, kamu Maafin ya, aku janji pokoknya malem ini
kita cuman sayang sayangan aja deh nggak sampe kelewatan," kataku
menenangkannya.
Dia menengok ke belakang hingga wajahnya dekat sekali denganku dan berucap,
"Bener ya janji, kamu cuman kelonin aku aja nggak sampe kebablasan?".
Aku mengiyakan dengan anggukan kepala sambil mencium kecil pipi kanannya.
Dia
tersenyum, kemudian membalas mencium kecil bibirku. Aku pun serta merta
tangan kanan mulai naik dari perut meraba buah dada yang menggantung
tersebut. Riris menutup mata merasakan kenikmatan tersebut, kemudian
dengan itu juga aku mencium bibirnya yang sensual, sambil sesekali
kuhisap bibir bawahnya dan lidahku menjelajah ke rongga giginya dan
menghisap lidahnya.
Riris benar benar menikmatinya, maka setelah
melihat lampu hijau seperti itu, kedua tanganku sudah berada pada dua
buah dada ranumnya. Oh alangkah nikmatnya tanganku bermain disana,
meremas remas sambil kupelintir kedua puting susunya dengan ibu jari dan
telunjukku. Riris terkadang bergetar tubuhnya ketika kombinasi yang
kulakukan yaitu meremas sambil memuntir puting susunya. "Ah, Ardi kamu
pinter bikin aku terangsang ya, ingat lho kita nggak boleh lebih jauh
dari ini," kata Riris mengingatkanku.
"Iya dong sayang aku pasti inget, khan ada kamu juga yang ngingetin!"
Sambil
berkata begitu aku membaringkan tubuhnya diranjang dan aku dari
belakang langsung ke depan menindihnya sambih terus melanjutkan meremas
dan mencium bibir sensual nan menggairahkan tersebut. Riris masih terus
mengingatkan, namun bahasa tubuhnya lain. Alat kelamin kami sudah
bersentuhan, dimana batang kemaluanku yang sudah keras menggesek bibir
luar kemaluannya dan gerakan kami seperti orang yang sedang bersenggama.
Saya mendorong kebawah, Riris mendorong pula pantatnya yang tembem
keatas, saya tarik pinggang saya, dia pun demikian.
Ketika mulut saya sudah mulai menjalar kedadanya dia mulai protes.
"Mardi, kamu nggak boleh kesana sayang, ohh, hh!" desah Riris tapi tangannya sama sekali tidak menutupi dadanya.
Saya
menjawab dengan lembut, "Riris sayang, kalau peting cium atau jilatin
nenen aja boleh dong, khan nggak kenapa napa?" saya mencoba tawar
menawar dengannya.
"Ohh, kamu katanya kelonin aku, kok sekarang kita
peting sih? " rajuknya dengan muka bersemu merah menahan birahi yang
terpancar keluar dari tubuhnya. Tanpa menunggu alasan lagi dari si
cantik itu langsung mulutku menjilat puting susu yang memerah muda,
karena birahi sambil aku menyedot putingnya bagaikan anak kecil yang
sedang netek keibunya. Riris menggigit bibir sendiri menahan luapan
emosinya yang meletup letup kian besar. Oh nikmatnya tiada tara
menjilati dan menyedot susu seorang Riris.
Kaki Riris sudah
menyepak kesana kemari membuat daster yang dikenakan tidak bisa menutupi
bagian bawahnya. Terus terang sambil menjilat, saya memperhatikan
gundukan yang tembem di bawah pusar yang bagai kue apem mumbul dengan
sedikit bulu bulu kemaluannya yang menyembul keluar menambah indahnya
pemandangan tersebut. Pinggulnya bergerak tak menentu membuat indahnya
pemilik gundukan tersebut.
"Hhh, Mardi.. hh enak sayang", erang Riris.
Mendapat
respon seperti tangan saya secara reflek mulai turun menjelajah dari
buah dadanya ke bawah perut, mengusap daerah pusar yang rata nan halus,
kemudian turun lagi dibawah pusar yang ditumbuhi bulu bulu halus,
kemudian meraba daerah selangkangan Riris yang wow bukan main empuknya.
Aku
tekan sekali sekali sambil kuremas secara acak. Hal ini menyebabkan
gerakan pinggul Riris yang makin panas. Suasana alam puncak pada malam
hari yang dingin, tidak dapat membuat tubuh kami berdua kedinginan malah
justru sebaliknya. Saya dapat melihat butiran butiran keringat birahi
yang menetes dari dahi Riris yang sedang membasahi rambut panjang dan
indah itu.
Oh.. aku benar benar makin terbawa emosi birahi yang menggebu. Riris antara sadar dan tidak masih mengingatkan saya,
"
Di, kamu nggak boleh buka CD aku yah.. kita khan udah janji cuman
peting aja," katanya sambil menahan sesuatu dalam tubuh yang bergelora.
"Oke Ris, aku buka daster kamu aja yah, liat tuh udah nggak karuan bentuknya sayang," sahutku mencoba menawar.
Dan
berhasil. Riris sendiri yang meloloskan dasternya, dia angkat dari
bawah dan dinaikkan lewat lehernya. Berarti keadaan kami sekarang hanya
masing masing tinggal celana dalam saja. Kami langsung berpelukan sambil
berciuman panjang, oh nikmatnya dapat memeluk Riris dalam keadaan
begini. Kulit kami langsung bersinggungan tanpa ada pemisah lagi.
Setelah pelukan plus ciuman aku rasa cukup, tanganku mulai bermain ke
arah selangkangan Riris dengan mengusap lembut naik turun melewati
belahan vaginanya. Dari luar celananya saya bisa merasakan bahwa didalam
sudah lembab sekali, tentu banyak cairan yang sudah keluar dari lubang
vaginanya. Vagina Riris benar benar tembem aku rasa kalau aku benamkan
milikku ke dalamnya pasti nikmat sekali.
Karena Riris menggunakan
CD mini yang memang kurang bahan untuk menutupi kemaluannya, jari saya
dengan mudahnya dapat melesat masuk melalui samping selangkangan dan
bermain di sana, sebentar kemudian keluar lagi tanpa sempat Riris protes
pada saya untuk tidak boleh melakukannya. Sesekali jari saya bermain
pada bibir vaginanya agak lama setelah dia membuka suara,
"Di, jangan nanti aku keterusan.. ohh," sambil meliukan pinggangnya bergoyang goyang.
Aku
tetap tenang mengelus bahkan saat tangannya ingin mengeluarkan tanganku
dari dalam CDnya seluruh jariku masuk dan meremas vagina Riris dengan
lembut. Hal ini membuat Riris melenguh keras, dan lupa untuk melarang
saya. Sambil tangan-tangan meremas vagina Riris, tangan kiri masih terus
aktif memerah susu ranum baik yang kiri maupun yang kanan sambil
dibantu oleh mulutku untuk mengisap bibir dan salah satu puting susu
yang nganggur.
Jari tengahku mulai memainkan aksinya dengan
mengilik klitoris Riris. Benar saja, klitoris itu sudah membesar dan
basah. Riris menggeliat tak tentu arah sambil mendesah,
"Oh.. Mardi enak sekali sayang, nghh.. kamu udah nggak boleh lebih dari itu ya.."
Ternyata alam sadar Riris masih ada, dia masih ingat bahwa kita hanya boleh peting. Aku berkata sambil berbisik ditelinganya.
"Riris
sayang.. CDnya dibuka ya biar kamu nggak kegencet, liat tuh CD kamu
kekecilan nggak bisa nampung pantat kamu yang bulat besar sama vagina
kamu yang tembem, lagian kamu juga udah basah, khan sayang ntar CDnya
jadi lengket."
Awalnya dia tidak mau, tapi saya katakan lagi.
"Ris.. nggak kenapa napa deh sayang.. khan aku masih pake boxerku, jadi cuman kamu aja yang telanjang, kalau aku tidak."
Akhirnya
Riris setuju, aku loloskan CD mini putih berenda itu, dan kali ini aku
benar benar melihat Riris dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun,
dengan keadaan birahi tinggi. Bukan main indahnya bentuk vagina Riris,
dia mempunyai bulu vagina yang lebat denga bulu-bulu halus semua warna
hitam. Bulu-bulu tersebut nampak rapih, karena dalam keadaan lurus tidak
keriting seperti wanita kebanyakan. Mulutku mulai menjalankan aksinya,
aku mulai menyusuri ke arah pusarnya terus turun dan berhenti tepat
dibawah vaginanya.
Riris sedikit jengah dan berkata, "Oh, kamu jangan liat punya kayak gitu dong.. aku kan malu" sambil tangannya mencoba menutupi.
Tapi
dengan cepat tanganku menahannya dan langsung bibirku mencium bibir
luar vaginanya sambil kuhisap-hisap kedua belah bibir vagina Riris.
Dia benar benar kelojotan," Ah Mardi, gila kamu, oh.. enak banget, hmm.. oh iya bener gitu sayang.. ohh.."
Aku
makin berani kusapukan lidahku naik turun sambil tak lupa klitoris yang
sebesar kacang tanah itu aku emut emut dan didalam bibirku aku kedut
kedutkan. Lidahku mulai merangsek masuk ke dalam lubang vagina Riris
yang memang benar benar sudah basah. Wangi semerbak yang tercipta karena
napsu biharinya membuat aku makin berlipat ganda untuk keinginan
menyetubuhinya. Dalam keadaan yang gamang tersebut kepala Riris
tersentak kekiri dan kekanan menahan luapan cinta yang tak kunjung reda,
aku diam-diam melepas celana boxerku sambil bibir tak lepas dari
vaginanya.
Cukup mudah untuk melepas celan boxerku karena memang
celana dalam dengan kondisi longgar. Satu kali tarik dengan tangan kiri,
lolos sudah dan aku sudah telanjang bulat bersama Riris, tanpa dia
sadari. Aku bisa melihat dan merasakan Riris hampir sampai titik
orgasme, dan aku mulai dengan menuntun batang kemaluanku yang sudah siap
tempur dengan topi baja yang mengkilap. Kedua belah kaki Riris aku
lebarkan sambil tangan kiriku mempermainkan klitorisnya dengan ibu jari
dan tangan kananku mengarahkan batang kemaluanku ke lubang vagina Riris.
Riris
masih antara sadar dan tidak ketika kepala penisku bertemu dengan
lubang depan yang merah menganga. Kepala penis langsung seperti kena
hisap alat yang kuat oleh lubang vagina Riris. Riris mulai merasa aneh
karena dia merasakan lain, bukan jari tanganku dan bukan bibirku yang
bermain di kemaluannya. Dengan sedikit membuka mata dia melihatku. Aku
tidak mau dia nanti memberontak menolak keadaan ini, langsung aku peluk
dia sambil sedikit aku goyangkan tanpa aku mendorong masuk ke dalamnya.
Cukup kepala penis saja yang terjepit di dalam vagina Riris.
Riris melotot kearahku dan dia berbicara dengan suara serak,
"Mardi..
kok kamu masukin, khan kita udah janji sayang cuman peting, nggak boleh
begini dong." Namun dalam bahasa tubuhnya pinggul dia tetap mengimbangi
gerakanku yang naik turun menggesek vaginanya.
"Riris.. aku cuman masukin kepalanya aja sayang, kamu juga ngerasainkan?"
Tambahku,
"Itu juga udah cukup buat kita, lagi nggak usah dimasukin semua.. kamu
enak khan digini'in?" sambil aku goyang kekiri dan kekanan. Kepala
penisku benar benar dijepit erat oleh vagina Riris.
Riris merem
melek keenakan, dan tangan Riris akhirnya memelukku dan mengimbangi
gerakanku. Baru aku tahu kalau dalam keadaan begini Riris benar benar
dapat berkata vulgar, karena tiba tiba dia berkata,
"Di, penis kamu enak banget sih hangat kena vagina Riris."
"Oh, Riris ini mah nggak seberapa sayang," kataku.
Setelah
kurang lebih tiga menit kami seperti itu, aku merasakan pantat Riris
menaik lebih tinggi, seakan akan ingin merasakan lebih batangku. Maka
akupun mulai sedikit demi sedikit mendorong lebih dalam, ternyata makin
panas gerakan kami berdua, dan walhasil seluruh batangku terbenam di
dalam vagina Riris. Dan aku rasa Riris pun mengetahui hal itu, dan dia
mulai meracau lagi,
"Oh Ardi.. enak banget penis kamu masuk semua ke dalem vaginaku sayang.. hh"
"Ohh, Di.. dorong lagi biar makin dalem sayang.."
Bukan main, aku makin nafsu saja mendengar erangan dan kata-kata vulgarnya. Aku pun tidak mau kalah sambil memompa aku bertanya,
" Riris.. penis Mardi lagi ngapain vaginanya Riris sayang?"
"Hhh, skh.. hh penis kamu lagi ngentotin vagina aku sayang," sambil Riris meremas pantatku gemas.
Aku pura pura tidak mendengar ingin dia mengulang lagi kata katanya,
"Ha.. lagi ngapain sayang?"
"Lagi dientot sayang..ohh nikmatnya.."
Aku bertanya lagi, "Emang Riris mau dientot ama Mardi?"
Riris menyahut,"Iya sayang Riris ketagihan nih mengentot sama kamu, abis penis kamu mantap, nikmat, enak rasanya."
Sambil
begitu saya benar-benar merasakan jepitan-jepitan halus dari dinding
vagina Riris. Benar benar wanita yang tercipta sempurna untuk
bersenggama. Lubang vaginanya mempunyai jepitan yang kuat dengan variasi
batang kemaluanku di dalam seperti dirayapi oleh jutaan semut, jadi
seperti terkena setrum kecil, tapi hangat dengan sebentar-bentar vagina
tersebut mencucup kembang kempis menyedot seluruh batang kemaluanku.
Setelah lebih 20 menit kami bersenggama dengan ucapan ucapan vulgar, Riris sudah hampir mendekati klimaksnya.
"Ayo
Mardi, aku udah mau keluar, entot terus aku iya teken biar kena
klitorisku oh.. benar begitu sayang.. aduh, enak bener ngentot ama
kamu."
Gila juga nih perempuan, kalo dalam keadaan birahi begini
omongannya jadi vulgar seperi ini. Akupun merasakan intensitas kedutan
vagina Riris makin tinggi, dan sepertinya akupun ingin melepaskan
kenikmatan bersama Riris sayangku.
"Oh, Ris.. enak banget vagina kamu
ada empot ayamnya sayang, rasanya legit, rapet, peret, oh, aku mau
klimak sayang, gimana nih didalam atau diluar," kataku dalam keadaan
yang kejang kejang nikmat.
Lalu dijawab oleh Riris, "Didalem aja
Mardi biar enak, aku juga mau ngerasain disemprot ama penis kamu, dan
mungkin besok lusa ada dapet haid, jadi aman," desah Riris yang juga
menahan amukan dalam gelora birahi yang siap meledak beberapa saat lagi.
Akhirnya
aku merasakan batang kemaluanku diremas kuat sekali oleh otot
vaginanya, gerakan pinggul Riris terhenti, sambil pantatnya ditinggikan
aku mengocok sedikit memberikan nuansa lain dalam vaginanya, lagi Riris
menggeram dan..
"Oh sayang aku klimaks, ouh.. ahh. nggh ahh enak.. enak hh.."
Aku
pun tak tahan penisku diremas dan disedot oleh vagina Riris, dengan
satu dan dua kali sentakan penisku menyemportkan sperma jauh langsung
masuk kedalam rahim Riris, dan yang semportan kedua tak kalah nikmatnya.
Gerakan kami seperti begitu kompak, ketika aku menyemprotkan sperma,
vagina Riris menyedot kencang hingga kami berdua merasakan nikmat
senggama yang sangat indah.
Puas aku selesai klimaks dan begitu juga Riris, ketika aku ingin melepas penisku, Riris mencegahnya.
"Biarin didalam dulu sampe ngecil dan keluar sendiri yah."
Akhirnya
kami berbaring menyamping dengan keadaan kemaluan kami masing-masing
masih menyatu, masih dapat aku rasakan kedutan dalam vagina Riris namun
sudah melemah, dan batangku mulai berangsur-angsur mengecil dan akhirnya
lepas dengan sendirinya dari vagina Riris.
Waktu sudah
menunjukan pukul 1 pagi, setelah kami selesai mandi berdua di dalam
bathup, dan ketika aku mau kembali ke kamarku Riris menahannya, dan dia
minta sekali lagi untuk bermain cinta. Akupun melayaninya. Katanya
mumpung ada waktu. Ronde kedua kami lakukan lebih hot lagi karena yang
kedua dilakukan tanpa takut-takut seperti yang pertama, dan kami akhiri
dengan klimaks bareng dengan sempurna.
Sepulangnya dari puncak,
hubunganku dengan Riris makin hangat, tapi kami selalu menutupi di
kantor dengan berpura pura bahwa antara kami tidak ada hubungan apa-apa
hanya sebatas teman kerja. Padahal kalau ada waktu di kantorpun kami
peting. Saya berkerja di bagian komputer, Riris bagian Settlement. Kalau
salah satu dari kami ingin dipeluk, maka kami memberikan kode untuk
menuju ruang komputer yang tidak ada orang, kemudian kami ketempat yang
paling pojok supaya aman dan berpelukan. Biasanya kami berpelukan sambil
mengusap usap apa yang perlu diusap, biasanya saya meremas gemas
pantatnya, dan meremas lembut buah dadanya, sambil dibarengi dengan
ciuman bibir dengan sedikit panas. Setelah kami puas, Riris biasanya
keluar lebih dulu dari ruang komputer, dan tidak lama kemudian baru
saya.
Rasa ingin bersenggama dengan Riris demikian besar, begitu
juga Riris yang ingin sekali bercinta dengan saya. Akhirnya saya mencari
kost-kost'an yang dekat dengan kantor yang fungsinya kalau istirahat
makan siang kami dapat mencuri waktu berdua kekost'an saya dan kami
berdua saling melepas hasrat terpendam dan setelah selesai kami dapat
dengan cepat kembali ke kantor, dan untuk makan siang kami membiasakan
ngemil di kantor, jadi tidak begitu lapar.
Demikianlah cerita
saya, yang sekarang Riris sudah meninggalkan saya karena dia mendapat
pekerjaan baru dan sudah menikah dengan pilihannya yang tepat. Saya
masih ngekost namun sudah tidak ada Riris yang menemani.
Minggu, 04 Juni 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar