Cerita Sex || Cerita Mesum ||Cerita Dewasa || Foto Cewek Hot
Terbaru || Foto Bugil Terbaru || Foto Mesum Terbaru || dan Seputar
Dewasa Sex Terbaru 2017
Sewaktu aku berusia 25 tahun disaat itu aku gak ada pekerjaan ,
dimana aku disuruh untuk membantu saudara dalam hal bisnisnya bergelut
di dunia pasar selama kurang lebih 4 bulanan aku ikut dengan dia hingga
suatu saat aku kenal dengan salah satu pelanggan yang sering datang ,
namanya yaitu Bu Nuria aku di minta bantuannya untuk sekalian mengantar
di rumahnya, gak jauh sih dari pasar. cerita orang ngentot, kumpulan cerita ngentot, ngentot cerita, cerita hot ngentot, cerita nyata ngentot
Aku menurunkan pesanannya dan saat menutup pintu mobil aku disuruh
untuk duduk dulu dibuatkan minum yang dingin “Vin tolong bawakan minum
ke depan mas ade disana”,
Mendengar bu Nuria menyuruh orang aku gak tau kalau yang datang
adalah wanita dia adalah anak dari bu nuria namanya Vina aku tebak
umurnya mungkin baru 20 an tahun , wajahnya juga mirip sama bu Nuria
tapi kulitny lebih putih Vina.
“Mas, minum dulu…” begitu dia menyapaku.
“I.. Iya.. Makasih..” balasku.
Masih sambil senyum dia balik kanan untuk masuk kembali ke dalam
rumahnya. Aku masih tertegun sambil memandangnya. Seperti ingin tembus
pandang saja niatku, ‘Pantatnya aduhai, jalannya serasi, lumayan deh..’
batinku.
Tak seberapa lama Bu Nuria keluar. Dia sudah ganti baju, mungkin yang biasa dia pakai kesehariannya..
“Dik Ade, itu tadi anak saya si Vina..” kata Bu Nuria.
“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke Malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku manggut-manggut..
“O gitu yah.. Ngapain sih kok mau jauh-jauh ke Malaysia, kan jauh.. Nanti kalau ada apa-apa gimana..” aku menimpalinya.
Begitu seterusnya aku ngobrol sebentar lalu pamit undur diri. Belum
sampai aku menstater mobil pickupku, Bu Nuria sambil berlari kecil ke
arahku..
“Eh dik Ade, tunggu dulu katanya Vina mau ikut sampai terminal bis.
Dia mau ambil surat-surat dirumah kakaknya. Tungguin sebentar ya..”
Aku tidak jadi menstater dan sambil membuka pintu mobil aku tersenyum
karena inilah saatnya aku bisa puas mengenal si Vina. Begitulah
akhirnya aku dan Vina berkenalan pertama kali. Aku antar dia mengambil
surat-surat TKW-nya. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil
bersendau gurau.
Di situ aku mulai berani ngomong yang sedikit nakal, karena
sepertinya Vina tak terlalu kaku dan lugu layaknya gadis-gadis didesa.
Pantas saja dia berani merantau keluar negeri, pikirku.
Sesampai dirumah kakaknya, ternyata tuan rumah sedang pergi membantu
tetangga yang sedang hajatan. Hanya ada anaknya yang masih kecil
kira-kira 7 tahunan dirumah. Vina menyuruhnya memanggilkan ibunya.
“Eh Ugi, Ibu sudah lama belum perginya? susulin sana, bilang ada Lik Vina gitu yah..”
Ugi pergi menyusul ibunya yang tak lain adalah kakaknya Vina. Selagi
Ugi sedang menyusul ibunya, aku duduk-duduk di dipan tapi di dalam
rumah. Vina masuk ke ruangan dalam mungkin ambil air atau apa, aku
diruangan depan. Kemudian Vina keluar dengan segelas air putih
ditangannya.
“Mas minum lagi yah.. Kan capek nyetir mobil..” katanya.
Diberikannya air putih itu, tapi mata Vina yang indah itu sambil
memandangku genit. Aku terima saja gelasnya dan meminumnya. Vina masih
saja memandangku tak berkedip. Akupun akhirnya nekat memandang dia juga,
dan tak terasa tanganku meraih tangan Vina, dingin dan sedikit
berkeringat.
Tak disangka, malah tangan Vina meremas jariku. Aku tak ambil pusing lagi tangan satunya kuraih, kugenggam. Vina menatapku.
“Mas.. Kok kita pegang-pegangan sih..” Vina setengah berbisik.
Agak sedikit malu aku, tapi kujawab juga, “Abis, .. Kamu juga sih..”
Setelah itu sambil sama-sama tersenyum aku nekad menarik kedua
tangannya yang lembut itu hingga tubuhnya menempel di dadaku, dan
akhirnya kami saling berpelukan tidak terlalu erat tadinya. Tapi terus
meng-erat lagi, erat lagi.. Buah dadanya kini menempel lekat didadaku.
Aku semakin mendapat keberanian untuk mengelus wajahnya.
Aku dekatkan bibirku hingga menyentuh bibirnya. Merasa tidak ada
protes, langsung kukecup dan mengulum bibirnya. Benar-benar nikmat.
Bibirnya basah-basah madu. Tanganku mendekap tubuhku sambil kugoyangkan
dengan maksud sambil menggesek buah dadanya yang mepet erat dengan
tubuhku. Sayup-sayup aku mendengar Vina seperti mendesah lirih, mungkin
mulai terangsang kali..
Apalagi tanpa basa-basi tonjolan di bawah perutku sesekali aku
sengaja kubenturkan kira-kira ditengah selangkangannya. Sesekali seperti
dia tahu iramanya, dia memajukan sedikit bagian bawahnya sehingga
tonjolanku membentur tepat diposisi “mecky”nya.
Sinyal-sinyal nafsu dan birahiku mulai memuncak ketika tanpa malu
lagi Vina menggelayutkan tangannya dipundakku memeluk, pantatnya goyang
memutar, menekan sambil mendesah. Tanganku turun dan meremas pantatnya
yang padat.
Akupun ikut goyang melingkar menekan dengan tonjolan penisku yang
menegang tapi terbatas karena masih memakai celana lumayan ketat. Ingin
rasanya aku gendong tubuh Vina untuk kurebahkan ke dipan, tapi urung
karena Ugi yang tadi disuruh Vina memanggil ibunya sudah datang kembali.
Buru-buru kami melepas pelukan, merapikan baju, dan duduk seolah-olah
tidak terjadi apa-apa. Begitu masuk, Ugi yang ternyata sendirian
berkata seperti pembawa pesan.
“Lik Vina, Ibu masih lama, sibuk sekali lagi masak buat tamu-tamu.
Lik Vina suruh tunggu aja. Ugi juga mau ke sana mau main banyak teman.
sudah ya Lik..”
Habis berkata begitu Ugi langsung lari ngeloyor mungkin langsung
buru-buru mau main dengan teman-temannya. Aku dan Vina saling menatap,
tak habis pikir kenapa ada kesempatan yang tak terduga datang beruntun
untuk kami, tak ada rencana, tak ada niat tahu-tahu kami hanya berdua
saja disebuah rumah yang kosong ditinggal pemiliknya.
“Mas, mending kita tunggu saja yah.. sudah jauh-jauh balik lagi kan
mubazir.. Tapi Mas Ade ada
acara nggak nanti berabe dong..” berkata Vina
memecah keheningan.
Dengan berbunga-bunga aku tersenyum dan setuju karena memang tidak ada acara lagi aku dirumah.
“Vin sini deh.. Aku bisikin..” kataku sambil menarik lengan dengan lembut.
“Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang..”
Tanpa ba-Bi-Bu lagi Vina malah memelukku, mencium, mengulum bibirku
bahkan dengan semangatnya yang sensual aku dibuat terperanjat seketika.
Akupun membalasnya dengan buas. Sekarang tidak berlama-lama lagi sambil
berdiri. Aku mendorong mengarahkannya ke dipan untuk kemudian
merebahkannya dengan masih berpelukan.
Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya, sampai ke
telinga sebelah dalam yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk.
Tangannya meraba tonjolan dicelanaku dan terus meremasnya seiring
desahan birahinya.
Merasa ada perimbangan, aku tak canggung-canggung lagi aku buka saja
kancing bajunya. Tak sabar aku ingin menikmati buah dada keras kenyal
berukuran 34 putih mulus dibalik bra-nya.
Sekali sentil tali bra terlepas, kini tepat di depan mataku dua
tonjolan seukuran kepalan tangan aktor Arnold Swchargeneger, putih keras
dengan puting merah mencuat kurang lebih 1 cm. Puas kupandang,
dilanjutkan menyentuh putingnya dengan lubang hidungku, kuputar-putar
sebelum akhirnya kujilati mengitari diameternya kumainkan lidahku,
kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi, bergantian kanan dan kiri.
Vina membusung menggeliat sambil menghela nafas birahi. Matanya merem
melek lidahnya menjulur membasahi bibirnya sendiri, mendesah lagi..
Sambil lebih keras meremas penisku yang sudah mulai terbuka resluiting
celanaku karena usaha Vina.
Tanganku mulai merayap ke sana kemari dan baru berhenti saat telah
kubuka celana panjang Vina pelan tapi pasti, hingga berbugil ria aku
dengannya. Kuhajar semua lekuk tubuhnya dengan jilatanku yang merata
dari ujung telinga sampai jari-jari kakinya. Nafas Vina mulai tak
beraturan ketika jilatanku kualihkan dibibir memeknya.
Betapa indah, betapa merah, betapa nikmatnya. Clitoris Vina yang
sebesar kacang itu kuhajar dengan kilatan kilatan lidahku, kuhisap,
kuplintir-plintir dengan segala keberingasanku. Bagiku Mecky dan
klitoris Vina mungkin yang terindah dan terlezaat se-Asia tenggara.
Kali ini Vina sudah seperti terbang menggelinjang, pantatnya mengeras
bergoyang searah jarum jam padahal mukaku masih membenam
diselangkangannya. Tak lama kemudian kedua paha Vina mengemVin kepalaku
membiarkan mulutku tetap membenam di meckynya, menegang, melenguhkan
suara nafasnya dan…
“Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. Vina.. Mas.. Vina.. Keluar.. Mas..”
mendengar lenguhan itu semakin
kupagut-pagut, kusedot-sedot meckynya,
dan banjirlah si-rongga sempit Vina itu. Iri sekali rasanya kalau aku
tak sempat keluar orgasme, kuangkat mukaku, kupegang penisku, kuhujam ke
memeknya.
Ternyata tak terlalu susah karena memang Vina tidak perawan lagi. Aku
tak perduli siapa yang mendahului aku, itu bukan satu hal penting. Yang
penting saat ini aku yang sedang berhak penuh mereguk kenikmatan
bersamanya. Lagipula aku memang orang yang tidak terlalu fanatik norma
kesucian, bagiku lebih nikmat dengan tidak memikirkan hal-hal njelimet
seperti itu.
Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang
memek semVinnya, kutarik maju mundur pelan, pelan, cepet, pelan lagi,
tanganku sambil meremas buah dada Vina. Rupanya Vina mengisyaratkan
untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku, akupun tanggap dan
memenuhi keinginannya. Benar saja dengan
“Ahh.. Uhh”-nya Vina mempercepat proses penggoyangan aku kegelian.
Geli enak tentunya.
Semakin keras, semakin cepat, semakin dalam penisku
menghujam.
Kira-kira 10 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi
menusuk, menukik ke dalam sanggamanya disertai empotan dinding memek
bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan desahan Vina
yang semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme
kami berdua datang.
Aku dan Vina menggelinjang, menegang, daan.. Aku orgasme
menyemprotkan benda cair kental di dalam mecky Vina. Sebaliknya Vina
juga demikian.
Mengerang panjang sambil tangannya menjambak rambutku.. Tubuhku
serasa runtuh rata dengan tanah setelah terbang ke angkasa kenikmatan.
Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Vina.
“Kamu gila Vin.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas Vin?”
Vina hanya mengangguk, “Mas Ade.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya..
Sadar kami berada dirumah orang, kami segera mengenakan kembali
pakaian kami, merapihkannya dan bersikap menenangkan walaupun keringat
kami masih bercucuran. Aku meraih gelas dan meminumnya.
Kami menghabiskan waktu menunggu kakaknya Vina datang dengan ngobrol
dan bercanda. Sempat Vina bercerita bahwa keperawanannya telah hilang
setahun lalu oleh tetangganya sendiri yang sekarang sudah meninggal
karena demam berdarah. Tapi tidak ada kenikmatan saat itu karena berupa
perkosaan yang entah kenapa Vina memilih untuk memendamnya saja.
Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah
menjelang keberangkatan Vina ke Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu
Nuria kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24 jam tanpa
pantauan dari sepupuku sekalipun.
Tak lama setelah keberangkatan Vina aku pindah ke Jakarta. Khabar
terakhir tentang Vina aku dengar setahun yang lalu, bahwa Vina sudah
pulang kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil yang
ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja
di negeri Jiran itu.
Sedang tentangku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada
“Vina-Vina” lain yang nyasar ke pelukanku. Aku masih berjuang untuk hal
itu hingga detik ini. Kasihan sekali aku
Rabu, 14 Juni 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar